Steven Vogt, penemu planet itu, kurang sreg dengan nama Gliese 581g. Planet baru ini, katanya, “terlalu cantik untuk diberi nama Gliese 581g.” Vogt lebih suka menamainya Zarmina, nama istri Vogt yang tinggal di California.
Mengenal Planet Zarmina Lebih Dekat
Planet Zarmina ini mirip dengan bumi. Ukurannya lebih besar, sekitar 20 hingga 50 persen lebih besar dari bumi. “Planet ini bisa menampung lebih banyak real estate daripada bumi,” kata Vogt setengah bercanda. Dengan ukuran sebesar itu, Zarmina tentu saja bisa mampu menampung lebih banyak mahluk hidup, termasuk manusia.
Bagaimana keadaan di sana? Zarmina ini memiliki massa 3 hingga 4 kali lebih besar dari massa bumi. Gravitasi di permukaannya juga lebih besar, sekitar 1 hingga 1,5 lebih besar dari gravitasi bumi. Artinya, kalau di bumi bobot Anda 70kg, maka di Zarmina akan melar hingga sekitar 100kg.
Kekuatan gravitasi yang lebih besar itu, membuat Zarmina mampu menahan lapisan atmosfer di permukaannya. Atmosfir memang sangat penting, terutama untuk menjaga tekanan air, agar tetap bisa berwujud cair.
“Dari data yang kami kumpulkan planet ini berada di jarak yang tepat untuk menemukan keberadaan air, dan massa planet ini juga tepat untuk keberadaan atmosfir,” kata Paul Butler, peneliti dari Carnegie Institution of Washington, yang membantu Vogt. Dengan posisi seperti itu, Zarmina mungkin saja bisa dihuni manusia.
Ahli Riset Astronomi Astrofisika dari LAPAN, Profesor Dr. Thomas Djamaludin, menegaskan bahwa setidaknya ada tiga syarat utama sebuah planet bisa dihuni. Yakni sumber panas (matahari), air dan kehidupan organik. Dari indikasi yang ditemukan para ahli, Planet Zarmina sudah memenuhi dua dari tiga syarat tadi.
Jarak Planet Zarmina dengan matahari ( Gliese 581) sekitar 0,15 satuan astronomi (SA). Dan 1 satuan SA setara dengan jarak bumi dengan matahari, atau sekitar 150 juta km.
Artinya, jarak Zarmina dengan mataharinya (Gliese 581) 7 kali lebih dekat daripada jarak bumi ke matahari. Bila bumi memiliki revolusi selama 364 hari, Zarmina hanya memerlukan 37 hari guna menuntaskan sekali putaran di orbitnya.
Karena Gliese 581 jauh lebih kecil dari ukuran matahari yang dikitari bumi, bintang itu tak akan sepanas matahari. Oleh karenanya, suhu rata-rata permukaan Zarmina, diperkirakan berkisar antara -31 hingga -12 derajat Celsius.
Namun temperatur aktual planet ini cukup ekstrim. Bisa sangat panas. Bisa pula sangat dingin. Menurut Vogt, di antara kawasan panas dan dingin, terdapat wilayah terminator.
Pada wilayah terminator yang dilewati garis khatulistiwa, suhunya terasa hangat, seperti di Meksiko atau Ekuador, di mana penghuni di sana masih cukup nyaman mengenakan kaus berlengan.
Di wilayah yang panas, angin akan bertiup dengan kecepatan 30-40 mil per jam. Sementara di tempat yang dingin, angin berhembus dengan kecepatan hingga 10 mil per jam.
Uniknya, lantaran letaknya cukup dekat dengan bintang induk, Zarmina sama sekali tidak melakukan rotasi seperti bumi. Untuk mempertahankan posisinya dari tarikan gravitasi matahari (Gliese 581), posisi Zarmina terkunci.
Permukaan yang menghadap matahari akan tetap mendapat cahaya dan panas, sementara permukaan sebelah belakang akan gelap dan dingin sepanjang masa. Oleh karenanya, di planet itu tidak ada siang dan malam. Bagian yang menghadapi matahari selalu siang dan bagian sebaliknya, malam selalu.
Sejak 11 Tahun Lalu
Penemuan ini adalah hasil jerih payah Steven Vogt dan timnya, yang mengawali penelitian yang disponsori National Science Foundation dan NASA, sejak 11 tahun lalu.
Vogt, adalah Profesor astronomi dan astrofisika yang telah melakukan observasi di berbagai riset UCSC dan University of California Observatories, sejak 1978. Vogt adalah orang yang mendesain spektrometer HIRES, yang digunakan untuk mengukur kecepatan radial sebuah bintang.
Menurut Kepala Observatorium Boscha Lembang, Hakim L Malasan, Vogt adalah salah satu tokoh pionir dalam penemuan planet yang layak huni, selain Prof Michel Mayor dan Didier Queloz yang pada 1995 menemukan planet ekstrasolar (planet-planet di luar tata surya) pertama, di sistem bintang 51 Pegasi.
Penemuan Zarmina sendiri disandarkan pada penelitian-penelitian di Observatorium WM Keck di Mauna Kea, Hawaii, yang dikombinasikan dengan data-data dari Observatorium Geneva Swiss, yang sebelumnya sudah menemukan empat planet Gliese lain.
Ini memang seperti berada di perbatasan antara fiksi dan kenyataan. Para peneliti sendiri tak pernah melihat langsung planet Zarmina melalui teleskop, karena teleskop hanya bisa melihat cahaya dari bintang induk Gliese 581.
Mereka hanya bisa menganalisa adanya planet-planet – termasuk Zarmina, dengan menggunakan spektrometer yang mampu mengukur kecepatan radial bintang Gliese 581.
Gaya tarik menarik antara bintang Gliese 581 dengan Zarmina, menyebabkan bintang induk mengalami pergerakan dan berputar pada orbit yang kecil. Dengan mengamati kecepatan radial itulah, kemudian planet Zarmina terdeteksi dan dapat diperkirakan massa dan orbitnya.
Penemuan Zarmina sendiri dicapai melalui perdebatan dan kompetisi yang cukup seru di kalangan para peneliti. Untuk mengumpulkan data-data, setiap tahun Tim Vogt hanya memiliki 15 hari untuk menggunakan teleskop, yang diantre oleh begitu banyak tim yang meriset berbagai obyek penelitian.
Tim Vogt sempat berkonflik dengan Observatorium Geneva, ketika mereka meminta data-data yang sangat penting. “Saya sempat mengatakan kepada pihak Swiss bahwa ini adalah kerja keras dan dan kita harus melewati tahapan di mana, ‘Data kami lebih sempurna dan data Anda tidak, dan seterusnya, dan seterusnya,’” kata Vogt.
Untungnya, Vogt berhasil meyakinkan pihak Swiss untuk membagi data-data guna menuntaskan risetnya. “Saling membantu satu sama lain, adalah cara terbaik untuk menemukan kebenaran,” ujarnya.
Planet Habitable Selanjutnya
Penemuan Vogt itu disanjung para ilmuwan ternama. Salah satunya adalah Sara Seager, pakar Eksoplanet (planet-planet di luar tata surya) dari MIT. “Penemuan ini sangat incremental dan monumental,” kata Sara.
Menurutnya, riset-riset yang dilakukannya telah menemukan beberapa planet yang lebih kecil dan letaknya dekat dengan zona yang bisa ditinggali manusia (habitable zone). Tapi, dia melanjutkan, “Ini adalah planet yang benar-benar berada di habitable zone.”
Disanjung begitu rupa, Vogt dan Butler tetap merendah. Penemuan ini, kata Vogt, bukanlah puncak dari pencapaian astronomi. Zarmina, katanya, cuma pemicu awal yang akan membawa ke berbagai penemuan planet-planet Goldilock berikutnya.
“Planet ini begitu dekat, dan kami menemukannya dengan cukup singkat. Boleh jadi, kami akan menemukan yang seperti ini lagi,” kata Vogt.
Di luar Zarmina, diperkirakan masih ada lebih dari 400 planet ekstrasolar yang menunggu ditemukan. Namun, seperti kata Profesor Thomas Djamaluddin, penemuan planet-planet habitable saat ini lebih pada tujuan penemuan terhadap kemungkinan adanya kehidupan mahluk cerdas lain selain manusia.
Sementara untuk tujuan untuk membangun koloni manusia di planet tersebut, masih belum terpikirkan. “Itu masih lebih mirip dengan cerita science fiction,” kata Djamaluddin. Sebab, untuk mencapai planet Zarmina yang jauhnya sekitar 20 tahun cahaya (sekitar 200 triliun km), butuh waktu yang sangat lama.
Menurut Vogt, sebuah pesawat luar angkasa berkecepatan sepersepuluh kecepatan cahaya (kecepatan cahaya adalah 300 ribu km per detik), baru akan membawa manusia sampai ke planet itu dalam waktu 220 tahun.
Meskipun planet zarmina ini memungkinkan untuk dihuni oleh mahluk hidup namun planet ini akan tetap menjadi misteri karena jaraknya yang sangat jauh.